KECURANGAN BANK DALAM KREDIT KPR DAN TIPS CARA MENYIASATINYA





Rumah adalah kebutuhan pokok setiap rumah tangga. Memiliki rumah yang layak adalah idaman setiap orang.
Mengingat harganya yang tinggi dan cenderung naik terus, maka tidak banyak orang yg mampu membeli rumah secara cash. Beruntunglah ada lembaga keuangan seperti bank yang menyediakan fasilitas kredit perumahan yg bisa membantu kita. Dengan fasilitas KPR ini kita bisa membeli rumah hanya dengan uang muka 30% (aturan terbaru) saja, sisanya dibiayai oleh bank.

Bayangkan, kapan kita bisa membeli rumah jika harus mengumpulkan seluruh uang agar bisa membeli secara cash? Yang terjadi malah kita tidak akan pernah bisa membeli rumah, karena harganya naik terus. Tabungan kita tdk akan pernah cukup.

Dari sisi itu kehadiran kredit KPR bank memang sangat membantu mempermudah masyarakat membeli rumah secepatnya. Tapi benarkah bank sudah membantu kita? Ternyata TIDAK! Yang terjadi disini justru kita diperas bank habis2an.

Pasti banyak diantara kita yang penasaran bagimana bank dg iming2 bunga hanya 7% setahun bisa meraup untung puluhan-ratusan trilyun?
Coba sekali2 kita kritis menghitung jumlah kredit KPR bank tsb dg keuntungannya dlm setahun. Pasti tidak masuk akal! Lalu bagaimana hal itu bisa terjadi? Nah, disinilah kita akan bongkar bagaimana praktek “lintah darat” bank memeras konsumennya.

Sejak awal bisnis bank adlh hasil kreasi para “money lenders”. Jd jgn kaget jika sampai saat ini, praktek lintah darat masih melekat.
Bagaimana bank melakukan praktek lintah darat pd nasabahnya? Salah satunya adalah dg melakukan “kreasi” terhadap bunga kredit.

Karena kultwit kali ini kita bicara tentang KPR maka kita akan menghitung besaran bunga yg dikenakan terhadap kita pd KPR. Tapi cara serupa juga digunakan bank utk kredit2 lain seperti kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB). Saat kita membeli rumah dg KPR maka kita akan berurusan dg kredit jangka panjang (biasanya 10-15 thn). KPR termasuk jenis kredit dengan agunan. Dalam hal ini rumah yg kita beli itulah yang menjadi jaminannya. Sesuai aturan terbaru, kita wajib membayar 30% uang muka sedangkan bank membiayai 70% sisanya.

Di awal penawaran kredit biasanya bank menawarkan bunga yang cukup kompetitif (dibawah 9% pertahun). Biasanya untuk waktu 1-2 tahun awal. Sesuai perjanjian, pada tahun2 sesudahnya bunga akan menyesuaikan “bunga pasar”. Tapi benarkah itu yg terjadi?
Pada kenyataannya setelah tahun2 awal tsb, bank menetapkan bunga seenak perutnya sendiri. Saat inilah konsumen mulai menemukan “neraka” dalam kehidupan finansialnya. Banyak yg akhirnya tdk kuat membayar cicilan.

Seharusnya yg dijadikan patokan oleh bank sbg bunga pasar adalah “BI Rate”, tingkat suku bunga yg ditetapkan BI. Dimana suku bunga kredit bank sewajarnya selisih 1% - 3% lebih tinggi dari BI Rate. Itukah yg terjadi? TIDAK!.

Sebagai contoh, saat BI Rate ditetapkan oleh BI sebesar 6% setahun, banyak bank yg justru menetapkan bunga KPR 14% setahun! Sekali lagi kami sampaikan bahwa bunga “seenak perut” itu ditetapkan setelah 1-2 tahun cicilan berlangsung.

Pd tahun2 awal bank menerapkan bunga yg relatif ringan. Bunga ringan inilah yg selalu mereka promosikan di media. Dg keputusan “sepihak” dari pihak bank ini kami tidak heran jika banyak masyarakat yang merasa terjebak karenanya. Tapi apa mau dikata, mereka terpaksa pasrah karena tidak ingin kehilangan tempat berteduh untuk keluarganya.

Apabila nasabah menanyakan tentang kenaikan bunga yg fantastis ini, biasanya bank memberi berbagai alasan dg istilah yg keren2.
Intinya kita tetap harus bayar dan tidak ada gunanya menanyakan pd pihak bank krn sejak awal niatnya memang ingin memeras nasabahnya. Tapi benarkah nasabah tidak dapat berbuat apa2? Bagaimana cara mengatasinya? Nanti di bagian akhir kultwit ini.

Kecurangan bank berikutnya dlm KPR adalah pada proses perhitungan bunganya. Makin jelas perilaku lintah darat bank disini! Metode baku perhitungan bunga di bank sesungguhnya hanya ada dua: BUNGA EFEKTIF dan BUNGA FLAT.

BUNGA EFEKTIF adalah bunga yg harus dibayar setiap bulan, sesuai dg saldo pokok pinjaman bulan sebelumnya. Dengan bunga efektif ini cicilan hutang kita setiap bulan makin berkurang, seiring berkurangnya pokok pinjaman. Tapi rupanya bank enggan menerapkan metode perhitungan bunga efektif tersebut karena dianggap kurang menguntungkan.

BUNGA FLAT adalah bunga yg besarnya sama setiap bulan, karena dihitung dr prosentasi bunga dikalikan pokok pinjaman awal. Bahasa sederhananya untuk bunga flat ini adalah, kita membayar bunga berdasarkan besarnya pinjaman awal kita. Jadi meskipun pokok pinjaman kita sudah berkurang banyak, tapi kita tetap harus membayar bunga berdasarkan jumlah pinjaman awal.

Metode BUNGA FLAT ini sangat menguntungkan bank, karena memberi hasil bunga berbunga buat perusahaan. Tapi krn dasarnya bank itu adalah bisnis lintah darat maka Bunga Flat dianggap masih kurang “memeras” nasabah.
Maka untuk memuaskan nafsu serakahnya dimodifikasilah perhitungan bunga diatas menjadi METODE ANUITAS.

METODE ANUITAS ini mirip dg Bunga Flat yg kejam itu, hanya saja berkat kejeniusan mereka jadi jauh lebih kejam lagi! Sama seperti Bunga Flat, dlm Metode Anuitas nasabah membayar cicilan dlm jumlah tetap berdasar besarnya pinjaman awal. Tp dlm metode Anuitas, mereka membuat secara sepihak metode pengurangan pokok yg sangat merugikan nasabah. Dalam metode Anuitas, cicilan awal lebih banyak diperuntukkan buat bunga. Sangat sedikit mengurangi pokok pinjaman.

Sebagai gambaran, jika kita pinjam 200 juta ke bank dg bunga 10% setahun untuk masa 15 tahun...Maka cicilan bunga yg harus kita bayarkan tiap bulan adalah Rp 1.660.000, pokoknya sebesar Rp 1.11.000. Total cicilan Rp 2.771.000. Saat memasuki tahun keenam atau bulan ke 72, maka kita sudah menyetor pada bank sebesar Rp 199.500.000. Pokok yang sudah kita bayarkan adalah sebesar Rp 80.000.000. Tapi benarkah hutang kita sudah berkurang 80 juta? TIDAK!

Berkat metode Anuitas tadi hutang kita ternyata hanya sedikit berkurang! Jadi metode anuitas ini sangat2 menguntungkan bank. Bagi yang sudah mengambil KPR, silahkan sekali2 tanya kpd pihak bank perihal berapa sisa hutang anda.

Saat hendak melunasi hutang di tengah jalan maka kita harus menerima bahwa ternyata sisa hutang kita tdk jauh beda dr awal.
Metode anuitas ini adalah strategi serakah bank untuk menjaga agar nasabah tidak melunasi hutangnya sebelum waktunya. Metode ini jelas2 membuat nasabah menjadi tawanan hidup pihak bank. Mau tidak mau kita harus berhutang jangka panjang.

Pihak BI sebagai pemegang otoritas sepertinya tidak berdaya terhadap praktek culas bank2 dibawah pengawasannya ini. Lalu siapa yang akan membela kepentingan masyarakat sebagai konsumen KPR? Tampaknya tidak ada.

Oleh karena itu kami akan memberikan “pemberdayaan” kpd masyarakat untuk mampu melawan kesewenang2an bank ini. Kita tidak perlu cengeng menggantungkan nasib kita pada pihak lain (pemerintah sekalipun).
Inilah saatnya kita bangkit memperjuangkan nasib kita sendiri. Jika bukan kita sendiri siapa lagi?

Bagaimana cara menghadapi sikap keserakahan bank dan bagaimana mengalahkan mereka secara cerdas? Bagaimana caranya agar saat kita mengalami kesulitan finansiil, rumah kita tidak disita oleh bank?
Untuk mendapatkan jawabannya, silakan ikuti lanjutan serial kultwit ini.Melanjutkan kultwit yg pertama, kali ini kami akan berikan cara jitu untuk menghindarkan diri kita dari pemerasan bank. Sesungguhnya dalam kredit KPR itu ada dua masalah utama yg sangat merugikan konsumen, yaitu :
Perhitungan bunga dengan Metode Anuitas. Dgn metode ini bank dapat mengeruk untung yg sebesar2nya...Sementara nasabah disedot habis darahnya. Mengapa demikian? Karena nasabah “dipaksa” menjalani kredit utk jangka panjang.

Pada saat nasabah ingin melunasi hutangnya di tengah jalan, nasabah bakal terkejut menemukan bhw hutangnya ternyata hanya berkurang sedikit. Rupanya bank secara sepihak memberlakukan “Rumus Jenius” mereka dimana sampai waktu tertentu nasabah hanya bayar bunga saja.

Bagi yg masih bingung mengenai metode anuitas ini, kami akan beri gambaran sbb :
Saat bank menyetujui kredit seorang nasabah, maka mrk sudah membuat perhitungan hingga akhir masa kredit.
Jika kredit berlaku utk 15 tahun, maka bank sudah menghitung berapa pemasukan yg akan mereka peroleh selama masa itu.
Pemasukan itu terdiri dari bunga + pokok (diluar provisi, administrasi, fee asuransi, fee notaris, dll).

Pemasukan dr bunga selama 15 tahun inilah yg kemudian dikonversikan oleh pihak bank dlm skema cicilan nasabahnya. Jadi cicilan pokok + bunga nasabah itu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga untuk masa tertentu nasabah hanya dianggap bayar bunga saja. Meski ada pengurangan pokok hutang tapi nilainya tidak sebanding dgn jumlah cicilan pokok yg kita setorkan.

Metode Anuitas ini sungguh kejam. Bank yang seharusnya menjadi lembaga intermediasi kini tidak lebih dari “Lintah Darat Legal". Sistem bunga anuitas ini sungguh tidak layak dipraktekan di bumi Indonesia karena bertentangan dgn Pancasila dan UUD 45.

Lalu siapa yang bisa mengatasi persoalan ini? Seharusnya BI sebagai pemegang otoritas keuangan di negeri ini. Tapi tampaknya para pejabat BI tidak punya kepentingan memperjuangkan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Hingga saat ini tidak ada larangan dari pemegang otoritas atas “kreasi” bank yg menghisap darah rakyat ini.

Bagimana dgn pihak bank sendiri? Mana mungkin mereka dgn kesadaran sendiri mau menghapus sistem yg sangat menguntungkan mereka? Atas keberatan masyarakat, biasanya pihak bank beralasan bahwa BEP penyaluran KPR terjadi setelah kredit berjalan separoh jangka waktu.
Benarkah demikian? Kami melihat alasan tsb mengada-ada saja. Itu hanya upaya bank menyembunyikan keserakahannya.

BEP (Break Event Point) adalah angka balik modal. Apabila nasabah melunasi hutangnya, bukankah modalnya juga balik? Apabila alasannya bahwa pembetukan hutang membutuhkan biaya yg tidak kecil. Kami tantang bank untuk berhitung secara terbuka.

Berapa sih sesungguhnya biaya yg dikeluarkan bank utk penyaluran sebuah kredit? Jangan2 bank tsb tidak efisien? Sungguh aneh dan menyakitkan hati apabila “inefisiensi” pihak bank harus ditanggung oleh debiturnya. Anda yg boros kami yg bayar?

Sebagai tambahan, dalam akad kredit biasanya sdh ditetapkan nilai “Penalty” yg hrs dibayar nasabah saat melakukan pelunasan di tengah jalan.
Artinya pihak bank sudah mengantisipasi resiko “hilangnya prediksi keuntungan” jika terjadi pelunasan di tengah jalan. Artinya pula bahwa pelunasan di tengah jalan adalah hak konsumen. Lalu mengapa dihalang-halangi oleh bank dgn metode anuitas tsb?

Jadi alasan bank bahwa metode anuitas utk mengantisipasi kerugian tidaklah tepat. Semata2 karena unsur keserakahan. Apabila BI tidak melarang “Metode Anuitas” yg bertentangan dg Pancasila dan UUD 45 itu, lalu kpd siapa rakyat mengeluh? Kami penasaran apakah masyarakat bisa mengajukan tuntutan pelarangan “Metode Anuitas” ke MK? @mohmahfudmd.

Sebagaimana yg selalu kami sarankan. Jika tidak ingin kecewa janganlah bergantung pada BI atau Pemerintah. Baiknya kita sendiri mencari “cara” untuk mengakali dan bila perlu mengalahkan sistem yg merugikan kita tsb.
Bagaimana caranya mengalahkan sistem anuitas? Sepertinya tidak ada tapi sedikit menyiasatinya mungkin kita bisa!

Untuk menyiasati sistem anuitas kita bisa lakukan “Pelunasan Sebagian”. Sering2lah melakukan pelunasan sebagian ini. Pelunasan sebagian adalah pengurangan sebagian hutang pokok yg bisa kita lakukan saat kita memiliki uang lebih.

Dengan sering melakukan pelunasan sebagian maka cicilan kita juga akan berkurang seiring dg berkurangnya hutang pokok. Tapi ingat, bank itu licik. Jadi mereka sudah mengantisipasinya dg melakukan berbagai pembatasan2.

Sebagai contoh B*N menerapkan aturan licik yg hanya akan mengurangi hutang pokok kita pd akhir tahun. Jadi jika kita lakukan pelunasan sebagian di bulan2 sebelum desember, maka hutang pokok kita baru akan dikurangkan di akhir tahun. Sebelum masuk tahun buku berikutnya, cicilan kita masih tetap sama, meski kita sudah mengurangi pokok hutang.
Lihatlah betapa bank pemerintahpun melakukan kelicikan yg luar biasa spt itu @iskan_dahlan.

Menghadapi peraturan seperti ini, satu2nya cara adalah dg melakukan pelunasan sebagian di akhir tahun. Jangan sebelumnya!
Ada juga bank yg membatasi kesempatan “Pelunasan Sebagian” hanya 2 kali setahun. Contohnya adalah Bank Per**ta.

Nah, untuk kasus spt ini kita lakukan pengumpulan dana dulu baru kita lakukan pelunasan sebagian (maks 2x setahun). Jika kita rajin melakukan pelunasan sebagian ini, maka hutang kita akan lunas jauh lebih cepat dibanding cara cicilan biasa.

Memang cara ini membutuhkan kedisiplinan menabung. Tapi lebih baik mempercepat melunasi hutang kita pd bank.

Demikian sekilas cara menyikapi sistem anuitas yg kejam tsb. Memang tidak terasa tuntas krn kita hanya memanfaatkan celah saja.

Jika ingin tuntas ya sebaiknya masyarakat melakukan demo besar2an di BI utk menuntut pelarangan sistem anuitas ini. Demo seperti ini jelas lebih bermanfaat pada kemaslahatan masyarakat mengingat mayoritas rakyat beli rumah melalui KPR.

Demikian cara untuk mengatasi Sistem Anuitas yg curang itu. Selanjutnya kita akan bahas cara menghadapi kenaikan suku bunga yg semena2.

Bagaimana cara menurunkan suku bunga yg tidak masuk akal itu? Silakan ikuti lanjutan serial kultwit ini....Hal berikutnya yang juga sangat memberatkan nasabah dalam KPR adalah: Kenaikan Suku Bunga Yang Jauh Melampaui Bunga Pasar. Persoalan ini juga menjadi keluhan utama nasabah KPR. Seringkali ekonomi mereka morat-marit karena faktor ini.

Saat kita ambil KPR biasanya bank memberikan bunga promo selama 1-3 tahun awal. Bunga awal inilah yg dipromosikan besar2an di media. Setelah melewati masa “grace period” ini sewajarnya jika bank menerapkan bunga pasar kpd nasabahnya.

Tapi sekali lagi akibat keserakahan bank maka bukan bunga pasar yg diterapkan tetapi bunga “suka-suka” bank. Sebagai bukti, bagi mereka yg ambil KPR seblm 2011 adakah cicilan mereka turun saat ini? Pdhl saat ini bunga pasar jauh lebih rendah.

Yang terjadi justru sebaliknya, alih2 bunga turun sesuai bunga pasar malah melambung tinggi secara “ilegal”. Akibatnya banyak masyarakat yg frustasi dibuatnya. Betapa tidak, kewajiban cicilan mereka tiba2 membengkak.

Sebagai ilustrasi, seorang nasabah yg ambil KPR dg nilai kredit Rp 300 juta selama 15 tahun dgn bunga promo 8% setahun maka :
Cicilan bunga Rp 2.000.000, cicilan pokok Rp 1.666.667. Total cicilan tiap bulan = Rp 3.666.667.

Saat habis masa “bulan madu” seharusnya cicilannya tidak banyak berubah karena bunga pasar justru sedang turun. Namun apa yg terjadi? Pada umumnya bank secara sepihak menaikkan bunga KPR mjd 13% - 15% setahun. Anggap saja nasabah dikenai bunga 14% setahun maka cicilan yg sebelumnya Rp 3.666.6667 menjadi Rp 5.166.667. Maknyuuss!!

Nasabah yg kebingungan dan panik biasanya akan menghubungi bank. Dan bisa kami pastikan pasti akan pulang dg kecewa!
Berbagai dalih akan diberikan pihak bank seperti, bunga selama masa promo itu mrk katakan sebagai kerugian pihak bank. Oleh karenanya bunga saat ini adalah untuk mengembalikan kerugian bank tsb. Alasan yang sungguh tidak masuk akal.

Perlu dipahami, bahkan bunga selama masa promo pun bank sudah untung krn masih diatas bunga deposito atau BI Rate. Ada juga alasan bahwa bunga tinggi tsb adalah sebagai kompensasi resiko bank. Makin tidak masuk akal penjelasan ini.

Apakah bank lupa bahwa KPR itu adalah pinjaman dengan “Agunan”? Bukankah collateral/jaminan itu mengantisipasi masalah resiko?. Jadi bunga itu selalu kaitannya dengan keuntungan, sama sekali tidak berhubungan dengan resiko. Ada juga alasan bahwa bunga tinggi ditetapkan bank sebagai akibat “cost of fund” yang tinggi di Indonesia..bla..bla...

Atas alasan ini coba pihak bank ditantang utk berhitung secara detail yg dimaksud “cost of fund” itu apa saja? Salah satu unsur cost of fund adalah biaya penghimpunan dana masyarakat spt bunga tabungan, bunga deposito, dll. Silahkan dibandingkan berapa bunga deposito & berapa bunga pinjaman bank. Jadi masalahnya cost of fund atau keserakahan bank?

Ada pula alasan arogan pihak bank yg justru menyalahkan kita yg tidak mengkritisi perjanjian kredit sejak awal. Mengapa dulu2 setuju tanda tangan perjanjian? Pertanyaannya, sejak kapan bank memberi kesempatan kita mempelajari perjanjian? Pernahkah ada nasabah yg diberi draft perjanjian sehari sebelum akad kredit? Selamanya selalu mendadak bukan?

Bagaimana kita bisa mengkritisi perjanjian dalam waktu yg sangat mendesak tsb? Bukankah memang tujuan bank supaya kita tidak kritis? Bagaimana kita bisa mengkritisi perjanjian dalam waktu yg sangat mendesak tsb? Bukankah memang tujuan bank supaya kita tidak kritis? Bagaimana kita bisa mengkritisi perjanjian dalam waktu yg sangat mendesak tsb? Bukankah memang tujuan bank supaya kita tidak kritis?

Intinya bank akan menggunakan segala dalih & cara untuk membenarkan keserakahannya. Lalu apa yg bisa kita perbuat? Berikut adalah cara jitu untuk memaksa bank menurunkan suku bunga KPR-nya :

Untuk diketahui, pada akad kredit kita seharusnya ada klausul yg mengatur perihal bunga ini. Harus jelas tercantum disana bahwa setelah masa tertentu yg ditetapkan maka bunga akan “menyesuaikan dengan bunga pasar”. Apabila yg tercantum dlm perjanjian adalah bahwa bank berhak menaikkan bunga sesuai kebijakan sepihak mereka maka...

Telah terjadi pelanggaran hukum pada perjanjian tersebut. Dan oleh karenanya perjanjian harus dianggap batal demi hukum.
Krn hubungan kredit adalah hubungan kotraktual, maka harus memenuhi Pasal 1320 KUHPer mengenai syarat2 sah sebuah perjanjian, al :

SEPAKAT : dalam kontrak ada PERASAAN RELA ATAU IKHLAS diantara pihak pihak yg terlibat dalam perjanjian tersebut.
Selanjutnya kesepakatan dinyatakan tidak ada bila adanya suatu penipuan, kesalahan, paksaan, dan penyalahgunaan keadaan.

SUATU HAL TERTENTU : Artinya dlm membuat perjanjian, apa yg diperjanjikan harus jelas sehingga hak & kewajiban para pihak bs ditetapkan.

SUATU SEBAB YG HALAL : Berarti perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, Ketertiban Umum & Kesusilaan.

Dilihat dari ketentuan diatas saja, perjanjian kredit KPR sudah tidak sesuai hukum. Jadi bisa dianggap tidak lagi mengikat. Tapi dalam prakteknya pihak bank melakukan “penyalahgunaan keadaan”. Dlm konteks perjanjian KPR konsumen berada pada posisi lemah. Pihak bank menerapkan kebijakan “Take it or leave it”, gelem ngene ra gelem yo wis! Konsumen ditempatkan pada posisi harus mau!

Dalam hal kenaikan bunga yg besarannya ditetapkan sepihak oleh bank, sudah melanggar azas “kejelasan” dalam suatu perjanjian. Masih banyak lagi pelanggaran2 yg dilakukan dlm pembuatan perjanjian kredit KPR yg membawa kita pada satu kesimpulan :

Perjanjian KPR tidak lagi mengikat debitur karena melanggar UU. Oleh karenanya perjanjian tersebut tidak bisa lagi dijadikan pegangan para pihak.
Jadi kalau kalau ada pihak bank yg berargumen bahwa kita terikat perjanjian, maka sekarang kita boleh tertawa

Dari sisi perjanjian kita sudah tahu sekarang bahwa posisi bank sesungguhnya sangat lemah. Justru posisi nasabahlah yang kuat. Oleh karenanya saat bunga KPR kita dinaikkan secara semena2 & tidak masuk akal maka inilah yg harus kita lakukan :

Datangi atau telpon pihak bank, sampaikan dgn tegas & sungguh2 bahwa kita berhenti bayar cicilan jika bunga tidak realistis!
Loh, tapi nanti rumah kita disita dong? Tenang, tidak akan ada penyitaan apapun. Itu hanya gertak sambal bank saja..
Yang berhak melakukan eksekusi adalah Pengadilan melalui Prosedur Lelang. Bank atau pihak manapun dilarang keras melakukan penyitaan.

Bahkan dlm kasus KPR dimana kita menjaminkan rumah kita (sertifikat), bank tetap tidak boleh melakukan penyitaan. Apabila ada bank yang sampai berani melakukan penyitaan, maka mereka bisa kena Kasus Perampasan. Pasal 368, 365 dan 335.

Untuk sampai ke proses lelang tersebut butuh waktu yang tidak sebentar & banyak kerugian yg harus ditanggung bank.
Hal yg paling berat yg mungkin kita alami saat berhenti bayar adalah rumah kita akan ditulisi: “Rumah ini dalam pengawasan bank X”.

Tapi kita perlu paham bahwa sesungguhnya bank sama sekali tdk berhak melakukan hal itu. Rumah kita masih resmi atas nama kita.
Sampaikan saja pada pihak bank : Jika berani melanggar hukum dengan memasang apapun pada rumah kita maka kita akan tuntut mereka!
Sesuai dengan nama yg tertera di sertifikat.

Sebelum sampai proses lelang dilakukan, maka rumah kita masih sah menjadi milik kita. Tidak ada satu pihak pun yg boleh mencoret2 atau menempeli sesuatu di properti miliki kita itu tanpa seijin kita!..

Yang sering jadi masalah justru sikap toleran kita yg membiarkan pihak bank melakukan hal2 yg diluar wewenangnya.

Lalu apakah rumah kita bisa sampai dilelang betulan? Nah disinilah seninya. Kemampuan negosiasi kita sangat berperan atas nasib kita..

Kunci bernegosiasi : “Saat kita takut kalah maka kita akan selalu mengalah. Saat kita tidak takut kalah maka kita sering menang”.

Bagi pihak bank, jauh lebih merugikan jika kreditnya sampai ada yg macet. Tapi disisi lain mereka juga tahu kita takut kehilangan rumah.
Kami ingatkan sekali lagi bahwa bersikap ragu2 hanya akan menggagalkan usaha kita. Bersikap berani atau jangan lakukan sama sekali!
Oleh karenanya, bersikaplah “nothing to lose” maka kita akan memaksa bank berpikir realistis.

Pertimbangannya seperti ini : Kira2 lebih rasional mana bagi pihak bank, menurunkan bunga atau membiarkan kredit lancarnya jadi macet? Mengingat kita sudah tahu kartu mereka bahwa bank tidak boleh melakukan apapun terhadap rumah kita. Setiap ancaman mereka bisa kita patahkan. Maka bank tidak punya pilihan lain selain berkompromi dengan kita.

Bagi mereka yg betul2 takut kehilangan rumahnya dlm proses nego yg alot ini, kami beri sedikit tips.
Jangan biarkan cicilan anda nunggak terlalu lama! Setidaknya setiap 3 bulan sekali anda setor cicilan ke bank dalam jumlah berapapun!
Mintalah bukti setiap kali melakukan pembayaran. Dgn cara ini kredit anda tidak bisa dikatakan sebagai kredit yg macet total

Dgn cara tersebut kita juga membuktikan bahwa kita masih memiliki itikad baik membayar. Oleh karenanya rumah kita tidak bisa dilelang!

Cara diatas akan sangat merugikan bank tapi di satu sisi mereka tidak punya alasan hukum utk melelang rumah kita.

Cara negosiasi yg kami sampaikan dalam kultwit ini akan semakin efektif jika hutang kita semakin besar. Menurunkan bunga spt yang kami sampaikan dalam kultwit ini akan semakin efektif jika hutang kita semakin besar.

Semakin besar nilai hutang kita pada pihak bank, semakin besar pula daya tawar kita, mengingat resiko bank jg semakin besar. Kami sudah berhasil melakukan cara ini. KPR yg bunganya naik menjadi 14% berhasil kami turunkan menjadi 9%.

Dengan membaca kultwit ini maka sekarang kita bukanlah lagi nasabah yg bisa selalu dikorbankan.  

PER-19/PJ/2014 (Petunjuk Pengisian SPT Tahunan Tahun Pajak 2014) (Bagian 2 : Badan)






Didalam peraturan ini tampaknya hanya terdapat satu perubahan/penambahan kewajiban dalam SPT Tahunan Badan 1771 untuk Tahun Pajak 2014, yaitu pada Lampiran 1771-IV sehubungan dengan Penghasilan Final berdasarkan PP-46 Tahun 2013 adalah wajib  melampirkan  rincian  jumlah penghasilan  dan Pembayaran  PPh  Final  per Masa Pajak serta dari  masing-masing  tempat  usaha  apabila memiliki lebih dari satu tempat usaha dengan contoh format sebagai berikut:



Sisa lainnya, yang saya ketahui tidak ada perubahan.

PER-19/PJ/2014 (Petunjuk Pengisian SPT Tahunan Tahun Pajak 2014) (Bagian 1:OP)

 
 
Peraturan ini ditetapkan tanggal 3 Juli 2014, demikian dari www.pajak.go.id. Didalam peraturan tersebut terdapat beberapa perubahan/penegasan/penambahan kolom dalam SPT Tahunan OP baik 1770 maupun 1770S, diantaranya:
  1. Perlakuan Penghasilan suami-isteri yang dikenai pajak secara terpisah (masih tetap sama seperti peraturan sebelumnya)
  2. Penghasilan yang semata-mata diterima atau diperoleh isteri dari satu pemberi kerja (masih tetap sama seperti peraturan sebelumnya)
  3. Kewajiban melampirkan rincian  jumlah  penghasilan  dan pembayaran  PPh  Final  per Masa Pajak serta dari  masing-masing  tempat  usaha  apabila memiliki lebih dari satu tempat usaha dengan contoh format terlampir (baru, belum ada diperaturan sebelumnya).
  4. Daftar Kode Harta dan Kode Hutang pada Akhir Tahun (baru, belum ada diperaturan sebelumnya)
  5. NIK dari setiap anggota keluarga (baru, belum ada diperaturan sebelumnya).
  6. Kolom Status Perpajakan Suami-Isteri apakah KK, HB, PH, atau MT (baru, belum ada diperaturan sebelumnya).
  7. Kolom NPWP Isteri/Suami (baru, belum ada diperaturan sebelumnya).
Lebih rincinya dibawah ini:

1770 Petunjuk Umum 
2.  penghasilan yang dikenai  Pajak Penghasilan  adalah penghasilan dari seluruh anggota keluarga Wajib Pajak  yang digabungkan sebagai satu kesatuan dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh Wajib Pajak sebagai kepala keluarga.
Penghasilan suami-isteri akan dikenai pajak secara terpisah apabila:
  1. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB);
  2. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH); atau
  3. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT).
Atas ketiga keadaan tersebut, pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan masing-masing oleh suami dan isteri  secara terpisah. Dalam hal ini, isteri memiliki kewajiban mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP sehingga menjadi Wajib Pajak Orang Pribadi tersendiri.
Besarnya  Pajak Penghasilan  yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri  dengan status perpajakan PH atau MT  sebagaimana dimaksud huruf 2 dan 3 adalah  Pajak  Penghasilan berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami-isteri yang kemudian dihitung secara proporsional sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
Dalam hal suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB) sebagaimana dimaksud huruf 1, penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri.
Apabila  seorang anak yang belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
Lampiran 1770 I Hal 2 Bagian C: Penghasilan Neto Dalam Negeri Sehubungan Dengan Pekerjaan
Lampiran 1770S Huruf A : Angka 1 - Penghasilan Neto Dalam Negeri Sehubungan Dengan  Pekerjaan
Dalam hal  isteri melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga  (status perpajakan suami-isteri adalah KK), maka penghasilan yang semata-mata diterima atau diperoleh isteri dari satu pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya, merupakan penghasilan yang pajaknya bersifat final sehingga dilaporkan pada Lampiran – III (Formulir 1770 - III) Bagian A: Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan/atau Bersifat Final, Nomor 15: Penghasilan Isteri dari Satu Pemberi Kerja.
Lampiran 1770-II Bagian A: Daftar Pemotongan/Pemungutan PPh oleh Pihak Lain (Kredit Pajak)
Lampiran 1770 S I Bagian C
Dalam hal  isteri melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga  (status perpajakan suami-isteri adalah KK), maka pemotongan  Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang semata-mata diterima atau diperoleh isteri dari satu pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas  suami atau anggota keluarga lainnya, merupakan pemotongan pajak yang bersifat final sehingga dilaporkan pada Lampiran – III (Formulir 1770 -  III) Bagian A: Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan/atau Bersifat Final, Nomor 15: Penghasilan Isteri dari Satu Pemberi Kerja.
Lampiran 1770 - III Bagian A : Penghasilan Yang Dikenakan Pajak Final Dan/Atau Bersifat Final 
Angka 16.  Penghasilan Lain yang Dikenakan Pajak  Final dan/atau Bersifat Final.
Untuk menampung penghasilan yang dikenakan PPh  final dan/atau bersifat  final  lainnya  yang tidak termasuk dalam penghasilan sebagaimana dimaksud Angka 1 s.d. Angka 16 di antaranya adalah  penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Wajib Pajak orang pribadi yang dalam 1 (satu) Tahun Pajak sebelumnya memiliki peredaran bruto dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, tidak melebihi Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
  1. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
  2. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
Kolom (3)  Dasar Pengenaan Pajak/Penghasilan Bruto - Angka 16
Kolom  ini  diisi  dengan  dasar  pengenaan  pajak  atau  pengasilan  bruto  atas  penghasilan  lain  yang dikenakan  Pajak  Final  dan/atau  Bersifat  Final  di antaranya adalah  penghasilan  bruto  dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Wajib Pajak yang dikenai PPh Final atas penghasilan bruto dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud  Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto  Tertentu,  wajib  melampirkan  rincian  jumlah  penghasilan  dan pembayaran  PPh  Final  per Masa Pajak serta dari  masing-masing  tempat  usaha  apabila memiliki lebih dari satu tempat usaha dengan contoh format sebagai berikut:

Lampiran 1770 - IV Bagian A : Harta Pada Akhir Tahun
Lampiran 1770S-II Bagian B: Harta Pada Akhir Tahun
Kode Harta – Kolom (2)
Kolom  ini  diisi  dengan kode harta yang dimiliki atau dikuasai pada akhir Tahun Pajak.
Daftar kode harta:

Kas dan Setara Kas:
011  :  uang tunai
012  :   tabungan
013  :  giro
014  :  deposito
019  :  setara kas lainnya

Piutang:
021  :  piutang
022  : piutang afiliasi (piutang kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
029  : piutang lainnya

Investasi:
031  :  saham yang dibeli untuk dijual kembali
032  :  saham
033  :  obligasi perusahaan
034  : obligasi pemerintah Indonesia (Obligasi Ritel Indonesia atau ORI, surat berharga syariah negara, dll)
035  :  surat utang lainnya
036  :   reksadana
037  :   Instrumen derivatif (right, warran, kontrak berjangka, opsi, dll)
038  :  penyertaan modal dalam perusahaan lain yang tidak atas saham meliputi penyertaan modal  pada CV, Firma, dan sejenisnya
039  :  Investasi lainnya

Alat Transportasi:
041  :  sepeda
042  :  sepeda motor
043  :  mobil
049  :  alat transportasi lainnya

Harta Bergerak Lainnya:
051  :   logam mulia (emas batangan, emas perhiasan, platina batangan, platina perhiasan, logam mulia lainnya)
052  :  batu mulia (intan, berlian, batu mulia lainnya)
053  :  barang-barang seni dan antik (barang-barang seni, barang-barang antik)
054  :  kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski, peralatan olahraga khusus
055  :  peralatan elektronik, furnitur
059  :  harta bergerak lainnya

Harta Tidak Bergerak
061  :   tanah dan/atau bangunan untuk tempat tinggal.
062  :   tanah dan/atau bangunan untuk usaha (toko, pabrik, gudang, dan sejenisnya)
063  :   tanah atau lahan untuk usaha (lahan pertanian, perkebunan, perikanan darat, dan sejenisnya)
069  :  harta tidak gerak lainnya
Nama Harta – Kolom (3)
Kolom  ini  diisi  dengan  nama harta yang dimiliki atau dikuasai pada akhir Tahun Pajak, misalnya:
  Tanah (cantumkan lokasi dan luas tanah);
  Bangunan (cantumkan lokasi dan luas bangunan);
  Kendaraan bermotor, mobil, sepeda motor (cantumkan merek dan tahun pembuatannya);
  Kapal  pesiar,  pesawat  terbang,  helikopter,  jetski,  peralatan  olah  raga  khusus,  dan  sejenisnya (cantumkan merek/jenis dan tahun pembuatannya);
  Uang  Tunai Rupiah, Valuta Asing  sepadan US Dollar;
  Simpanan termasuk tabungan dan deposito di  Bank Dalam dan Luar Negeri  (cantumkan nama bank untuk setiap rekening simpanan),
  Piutang (cantumkan identitas pihak yang menerima);
  Efek-efek (saham, obligasi, commercial paper, dan sebagainya) (cantumkan nama penerbit);
  Keanggotaan  perkumpulan  eksklusif  (keanggotaan  golf,  time  sharing  dan  sejenisnya) (cantumkan nama perkumpulan);
  Penyertaan  modal    lainnya    dalam    perusahaan  lain    yang    tidak    atas    saham    (CV,    Firma) (cantumkan nama tempat penyertaan modal);
  Harta berharga lainnya, misalnya batu permata,  logam mulia, dan lukisan.
Lampiran 1770-IV Bagian B : Kewajiban/Utang Pada Akhir Tahun
Lampiran 1770S-II Bagian C
Kode Utang – Kolom (2)
Kolom  ini  diisi  dengan kode utang yang dimiliki pada akhir Tahun Pajak.
Daftar Kode Utang:
101   :  Utang Bank / Lembaga Keuangan Bukan Bank (KPR, Leasing Kendaraan Bermotor, dan
sejenisnya)
102   :  Kartu Kredit
103   :  Utang Afiliasi (Pinjaman dari pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
109   :  Utang Lainnya
Lampiran 1770-IV Bagian C : Daftar Susunan Anggota Keluarga 
Lampiran 1770S-II Bagian D
Kolom (3) - Berisi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari setiap anggota keluarga.  
Lampiran Induk 1770
Status Perpajakan Suami-Isteri
Diisi dalam hal Wajib Pajak telah kawin dengan status perpajakan suami-isteri sebagai berikut:
?  KK   yaitu suami-isteri yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan  secara  terpisah. Isteri dalam melaksanakan  hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga.
?  HB  yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim.
?  PH  yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
?  MT  yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.    
NPWP Isteri/Suami
Diisi sesuai dengan NPWP isteri atau suami dalam hal Wajib Pajak telah kawin dengan status perpajakan suami-isteri HB, PH atau MT
PPN Penyerahan Obat Oleh Apotek Atau Kamar Obat Rumah Sakit

PPN Penyerahan Obat Oleh Apotek Atau Kamar Obat Rumah Sakit


Usaha apotek saat ini sudah umum di sekitar kita, karena kesadaran masyarakat yg tinggi akan kesehatam jadi lebih menyukai beli di apotik daripada di tempat obat bebas lainnya (ini perspektif saya lho ya).  Obat sebenarnya terutang PPN, namun jika obat itu menjadi satu kesatuan/satu paket dengan jasa layanan kesehatan (misal rawat inap di RS kan pasti mengonsumsi obat) maka menjadi tidak terutang PPN karena harga obat sudah termasuk dalam layanan kesehatan tersebut. Sekarang yg mau dibahas adalah obat yg kena PPN. Apa saja, kita lihat hasil risalah berikut.

APA YANG DIMAKSUD APOTEK?
Definisi apotek (kata baku yg bener apotek bukan apotik) dan instalasi farmasi dikutip dari SE-21/PJ.52/1998 yang telah dicabut dengan SE-06/PJ.52/2000 (definisi ini masih bisa digunakan karena SE-06/PJ.52/2000 tidak mengubah definisi yang tertuang dalam SE – 21/PJ.52/1998)
Apotek adalah suatu tempat yang dapat menyerahkan obat-obatan baik kepada pasien yang sedang menjalani rawat inap maupun kepada pasien rawat jalan atau bukan pasien Rumah Sakit yang bersangkutan, dimana untuk pendiriannya diperlukan izin dan persyaratan tertentu.

BAGAIMANA PENGENAAN PPN-NYA APOTIK :
Atas penyerahan obat-obatan yang dilakukan oleh apotik di rumah sakit terutang PPN sebesar 10%. SE-17/PJ.52/1998
Apabila apotik di rumah sakit merupakan satu kesatuan dengan rumah sakit itu sendiri, maka yang ditunjuk sebagai PKP adalah rumah sakit yang bersangkutan dan penyerahan yang terutang PPN adalah penyerahan obat-obatan yang dilakukan oleh apotik tersebut. SE-17/PJ.52/1998

APA ITU INSTALASI FARMASI (KAMAR OBAT)?
Instalasi Farmasi (kamar obat) merupakan suatu tempat untuk mengadakan dan menyimpan obat-obatan, gas medik alat-alat kesehatan serta bahan kimia yang bukan berdiri sendiri tetapi merupakan satuan organik yang tak terpisahkan dari keseluruhan organisasi Rumah Sakit. Sedangkan Apotek adalah suatu tempat yang dapat menyerahkan obat-obatan baik kepada pasien yang sedang menjalani rawat inap maupun kepada pasien rawat jalan atau bukan pasien Rumah Sakit yang bersangkutan, dimana untuk pendiriannya diperlukan izin dan persyaratan tertentu.

BAGAIMANA PENGENAAN PPN-NYA :
Penyerahan obat-obatan yang dilakukan oleh instalasi farmasi (kamar obat) tidak terutang PPN. SE-06/PJ.52/2000
Tetapi Dalam kenyataannya instalasi farmasi melayani Rumah Sakit yang terdiri dari pasien rawat inap, pasien rawat jalan, dan pasien gawat darurat.
Mengingat instalasi farmasi melakukan pelayanan kepada pasien rawat jalan sebagaimana lazimnya sebuah apotik, maka atas penyerahan obat-obatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat jalan tetap terutang PPN. SE-06/PJ.52/2000

Kesimpulan:
  • Apotek diluar (bukan kesatuan dari RS) maka atas penjualnnya terutang PPN, kecuali WP-nya belum PKP dan hal ini juga berlaku sama jika RS belum PKP maka nggak terutang PPN
  • Untuk apotek/kamar obat di RS bisa saja atas penyerahan obatnya
    • Terutang PPN, jika dijualnya ke pasien rawat jalan/penjualan bebas
    • Tidak terutang PPN jika untuk rawat inap
Ilustrasi:
  1. Sebuah Apotek yg bersatus PKP, agar tahu berapa yg terutang PPN harus mempunyai catatan penjualan/pembukuan untuk tahu berapa PPN yang harus dibayar, catatan ini meliputi:
    • Penjualan ke umum/rawat jalan=terutang PPN
    • Penjualan ke rawat inap, jika kesatuan dari RS=tidak terutang PPN
  2. Saat perekaman pada e-SPT PPN pada penyerahan atas:
    • Penjualan kepada umum non PKP, maka diinput pada lampiran AB (Form AB, bag. 1, B.2)
    • Penjualan kepada sesama PKP (dibuatkan FP dan diinput pada pajak keluaran)
    • Penjualan kepada pasien rawat inap (asumsi apotek di RS) maka input pada pajak keluaran PPn tidak dipungut
Input penjualan obat apotek pada e-SPT PPN
Hak Dan Kewajiban Kita Sebagai WP Saat Dilakukan Pemeriksaan

Hak Dan Kewajiban Kita Sebagai WP Saat Dilakukan Pemeriksaan



Pada jaman dahulu, ketika WP diperiksa DJP (waktu itu dilakukan oleh Karikpa/Kantor Pemeriksaan Pajak), sering tedengar selentingan bahwa suasanya sangat nggak nyaman, WP sering ditakuti oleh pemeriksa hingga berujung kongkalikong. Okelah semua instansi/swasta juga pasti pernah ada oknum yg berbuat tidak terpuji. Namun saat ini era transparansi dikedepankan sehingga saat diperiksapun WP bisa saja menolak kehadiran tim pemeriksa jika mereka tidak bisa menunjukkan kelengkapan yg mesti dibawa. Biar nggak keder saat diperiksa dan bisa stay cool and calm, simak aja apa hak dan kewajiban WP saat sedang diperiksa (orang lain kadang bilang audit pajak), simak dibawah ini.
HAK WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN (Pasal 13 PMK-17/PMK.03/2013)
  • Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2);
  • Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
  • Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
  • Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;
  • Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP);
  • Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) pada waktu yang telah ditentukan;
  • Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan WP pada saat PAHP; dan
  • Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
Anda sebagai WP bisa lho menolak misalkan ada petugas lupa bawa SP2, kenapa nggak itu hak Anda
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN
Pemeriksaan itu sendiri dipisahkan jadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor, gampangnya kalau pemeriksaan lapangan berarti tim pemeriksa yg datang berkunjung ke lokasi WP kalau pemeriksaan kantor maka WP yang diundang untuk hadir ke KPP. Biasanya ada penjelasan di SP2-nya apakah itu pemeriksaan lapangan atau kantor
Pemeriksaan LAPANGAN (Pasal 14 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
  • Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak;
  • Memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
  • Memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak;
  • Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa:
  • Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya WP apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
  • Memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
  • Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat WP;
  • Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; dan
  • Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Pemeriksaan KANTOR (Pasal 14 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
  • Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
  • Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak;
  • Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
  • Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP;
  • Meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik; dan
  • Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Jika Anda masih juga bingung dengan hak dan kewajiban, sementara dari tim pemeriksa mungkin tidak begitu jelas dalam menerangkan silahkan hubungi AR, untuk pertanyaan umum bisa kontak kring pajak 021-500200 atau kunjungi tim pemeriksa untuk berdiskusi.