Rangkuman Keberatan dan Banding plus UU KUP

Rangkuman Keberatan dan Banding plus UU KUP



A. KEBERATAN atas Hasil Pemeriksaan
Untuk Pajak secara umum (PPh, PPN)
Pemeriksaan dapat dilakukan bila terjadi lebih bayar pajak (UU No. 28 Tahun 2007-UU KUP pasal 17) ataupun ada indikasi ketidakbenaran dalam sistem self assessment, dimana Wajib Pajak menghitung, melaporkan dan membayar pajak secara tidak benar. Dari hasil pemeriksaan ini munculah closing statement (pembahasan hasil akhir pemeriksaan) dan akhirnya SKPKB (kurang bayar), SKPN (pajak nihil) atau SKPLB (pajak lebih bayar). Bila keberatan dengan tagihan pajak, Wajib Pajak memiliki dua pilihan yang disediakan oleh KUP:
1. Mengajukan keberatan paling lama 3 bulan setelah terbit SKP (KUP Pasal 25)
Konsuekensi dari pilihan ini:
  • Bila keberatan ditolak dapat mengajukan banding ke pengadilan pajak paling lambat 3 bulan setelah terbit surat keputusan keberatan (UU KUP pasal 27).
  • Boleh membayar hanya sebesar jumlah yang disepakati Wajib Pajak dalam pembahasan hasil akhir pemeriksaan. (UU KUP Pasal 25 ayat 3a).
  • Jangka waktu pelunasan SKPKB atau STP tertangguh sampai 1 bulan sejak tanggal penerbitan surat keputusan keberatan (UU KUP pasal 25 ayat 5). Bila mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak yang belum dibayar saat pengajuan keberatan tertangguh sampai 1 bulan sejak tanggal peneritan putusan banding. (UU KUP Pasal 27 ayat 5a).
  • Ada sanksi 50% atas pajak kurang bayar bila keberatan ditolak (UU KUP Pasal 25 ayat 9) dan 100% bila banding ditolak (UU KUP Pasal 27 ayat 5-d)
  • Jangka waktu yang lama untuk mendapatkan kelebihan pembayaran  yaitu 12 bulan untuk menunggu keputusan surat keberatan (UU KUP pasal 26 ayat 1) dan menunggu putusan banding bila keberatan ditolak.
  • Tidak ada penundaan kewajiban pembayaran SKPKB (Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar). Penagihan dan denda bunga tetap terus berjalan.
2. Mengajukan permohonan keringanan atau pembatalan  surat tagihan pajak (KUP Pasal 36)
Konsuekensi dari pilihan ini:
  • Permohonan dapat diajukan dua kali (UU KUP pasal 36 ayat 1a)
  • Jangka waktu keputuasn lebih cepat (6 bulan-UU KUP pasal 36 ayat 1c) dibandingkan dengan keberatan (12 bulan-UU KUP pasal 26 ayat 1)
  • Dapat digunakan bila keberatan tidak memenuhi persyaratan seperti pada UU KUP Pasal 25 ayat 4 atau bila terjadi penyimpangan dari hasil pemeriksaan (Pasal 36 ayat 1d)
Untuk Pajak Daerah
Hampir sama dengan UU KUP, UU PDRD mengatur keberatan atas SKPD (surat keputusan pajak daerah). Hanya dalam hal ini SKPD bisa diterbitkan tanpa pemeriksaan. Sesuai UU PDRD (UU No. 28 tahun 2009) pasal 97, dalam jangka 5 tahun Kepala Daerah dapat menerbitkan:
  1. SKPDKB (pajak daerah kurang bayar) dalam hal:
    1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
    2. jika SPTPD (Surat pemberitahuan pajak daerah) tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
    3. jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.
  2. SKPDKBT (pajak daerah kurang bayar tambahan) jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
  3. SKPDN (pajak daerah nihil) jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Ada 2 cara yang bisa dilakukan WP:
1. mengajukan keberatan ke Kepala daerah sesuai UU PDRD Pasal 103
a)    Sesuai UU PDRD pasal 103, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP) pajak daerah kepada Kepala Daerah atau paling lambat 3 bulan sejak tanggal terbitnya SKP.
b)    Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak (UU PDRD Pasal 103 ayat 4).
c)    Sama seperti dalam UU KUP, Ada sanksi 50% atas pajak kurang bayar bila keberatan ditolak (UUPDRD Pasal 106 ayat 3) dan 100% bila banding ditolak (UUPDRD Pasal 106 ayat 5). Terdapat pula penangguhan kwajiban pembayarn pajak seperti di KUP yaitu 1 bulan sejak terbitnya putusan banding (UU PDRD pasal 105 ayat 3).
2. mengajukan surat permohonan ke kepala daerah sesuai UU PDRD pasal 107. Yang peraturan terkaitnya harus melihat lagi Perda masing-masing daerah.
B. KEBERATAN ATAS SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)
Untuk Pajak secara umum (PPh, PPN)
Sesuai UU KUP, pasal 36 ayat 1c, Wajib Pajak dapat memohon kepada Dirjen Pajak untuk mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak (STP) yang tidak benar. Namun hal ini tidak menuda kewajiban membayar pajak senilai STP yang artinya denda bunga dan usaha penagihan tetap berjalan. Untuk mencegah aset disita dan dilelang, Wajib Pajak dapat melayangkan gugatan ke pengadilan pajak sesuai UU KUP pasal 23.
Untuk Pajak Daerah
Sesuai UU PDRD pasal 100, Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD (surat tagihan pajak daerah)  jika:
  1. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
  2. dari hasil penelitian SPTPD (surat pemberitahuan pajak daerah) terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
  3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
Sesuai UU PDRD pasal 107, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan ke Kepala Daerah untuk mengurangkan atau membatalkan STPD ayat 2c. Ketentuan lebih lanjut tentang masalah ini diatur dalam Perda masing-masing daerah.
Untuk PBB
Menurut UU PBB Pasal 15 Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP).  Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan alasan secara jelas dan diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya DPPT atau SKP, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
DJP dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. (UU PBB Pasal 16)
UU PBB Pasal 17 menyatakan Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan yang ditetapkan oleh DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) dan Pasal 16 ayat (3) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya surat keputusan oleh wajib pajak dengan dilampiri salinan surat keputusan tersebut. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Namun, pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak.

C. PERMOHONAN KERINGANAN PAJAK
Untuk Pajak secara umum (PPh, PPN)
Sesuai UU KUP, pasal 36 ayat 1a, Wajib Pajak dapat memohon kepada Dirjen Pajak untuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak terutang karena kekhilafan Wajib Pajak. Namun hal ini tidak menuda kewajiban membayar pajak senilai STP yang artinya denda bunga dan usaha penagihan tetap berjalan. Untuk mencegah aset disita dan dilelang, Wajib Pajak dapat melayangkan gugatan ke pengadilan pajak sesuai UU KUP pasal 23.
Untuk Pajak Daerah
Sesuai UU PDRD Pasal 107, Wajib Pajak dapat menagjukan permohonan ke Kepala Daerah untuk:
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundangundangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya  (UU PDRD
  2. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak
Ketentuan lebih lanjut tentang masalah ini diatur dalam Perda masing-masing daerah.
Untuk PBB
UU PBB Pasal 19 menyatakan Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak yang terhutang :
  1. karena kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;
  2. dalam hal obyek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang diluar biasa.
UU PBB Pasal 20 menyatakan atas permintaan wajib pajak Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan denda administrasi karena hal-hal tertentu. Peraturan Menteri Keuangan  No. 110/PMK.03/2009 tentang Pemberian Pengurangan PBB menyatakan pengurangan PBB dapat diberikan kepada Wajib Pajak dengan kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya untuk:
  1. Wajib Pajak orang pribadi meliputi:
1)    objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/dudanya;
2)    objek pajak berupa lahan pertanian/ perkebunan/ perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah
3)    objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya  sulit dipenuhi;
4)    objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya  sulit dipenuhi; dan/atau
5)    objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) per meter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan;
2. Wajib Pajak badan meliputi: objek pajak yang Wajib Pajak-nya adalah Wajib Pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada Tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin.
Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam PMK No. 110/PMK.03/2009 Pasal 2 dapat diberikan:
  1. sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari PBB yang terutang dalam hal objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/dudanya.
  2. sebesar paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen) dari PBB yang terutang dalam hal kesulitan likuiditas karena kerugian, penghasilan rendah ataupun NJOP per meter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan
  3. sebesar paling tinggi 100% (seratus persen) dari PBB yang terutang dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa  seperti ketidakmampuan membayar karena pension atau berpenghasilan rendah.
PMK No. 110/PMK.03/2009 Pasal 5 mengatur Permohonan Pengurangan Wajib Pajak sebagai dasar Pengurangan PBB. Permohonan Pengurangan Wajib Pajak dapat diajukan secara:
  1. perseorangan, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SKP PBB
  2. perseorangan atau kolektif, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT.
PMK No. 110/PMK.03/2009  Pasal 6 mengatur persyaratan permohonan pengurangan yang berupa surat permohonan dan kelengkapan dokumen pembuktian serta syarat lain di antaranya:
  1. tidak memiliki tunggakan PBB Tahun Pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan Pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab  lain yang luar biasa; dan
  1. tidak diajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB yang dimohonkan Pengurangan, atau dalam hal diajukan keberatan telah diterbitkan Surat Keputusan Keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan dimaksud tidak diajukan Banding.

Permohonan Pengurangan yang tidak memenuhi persyaratan dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. Wajib Pajak yang telah diberikan suatu keputusan tidak dapat lagi mengajukan permohonan Pengurangan untuk SPPT atau SKP PBB yang sama.